Terima Kasih sebab kamu sudah memilih namaku untuk diletakkan pada ruang hatimu. Senja kamu tahu, sejak mengenalmu aku sama sekali tidak merasakan sebuah kepahitan, sebab senyum manis yang selalu kau tujukan kepadaku sudah cukup untuk membuatku bahagia. Semua hal yang sudah kita lewati tak lepas dari peranmu yang selalu bisa membuatku merasakan kenyamanan. Kenyamanan yang membuatku selalu saja ingin hadirmu di sisiku.
Senja, maaf jika caraku bertindak atasmu membuat perasaan cinta dalam dirimu perlahan tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Seperti yang kamu tulis di suratmu, bahwa perasaan kita adalah satu hal yang tidak bisa kita kontrol ada dan hilangnya. Ia bisa timbul hanya karena perlakuan, namun bisa juga menghilang tanpa perlu kita hilangkan.
Senja, aku tak akan memintamu untuk berhenti mencintaiku. Aku hanya minta agar kamu jangan berusaha untuk menghilang. Aku tahu mungkin ini terkesan bagai sebuah keegosian, namun bukankah kamu juga menginginkan kita bisa terus bersama?
Untuk kali pertama, aku merasa bersalah. Bersalah atas perasaanku yang hingga saat ini selalu berkata bahwa kamu dan aku hanyalah sebatas sahabat, tak lebih Senja. Aku sudah berusaha untuk membalas rasamu, namun apa daya, kenangan kita berdua pada ingatanku mengatakan bahwa ini hanyalah moment sepasang sahabat yang tak mungkin menjadi suatu hubungan yang lebih.
Senja, cinta itu ngga harus berakhir bersama. Bahkan aku pernah mendengar bahwa level tertinggi mencintai seseorang itu adalah mengikhlaskan. Jadi, bisakah kamu mengikhlaskan perasaan cintamu kepadaku? Kita tak harus bersama sebagai sepasang kekasih, namun menjadi sepasang sahabat seperti yang selama ini telah kita lewati.
—Jendral Baskara
Komentar
Posting Komentar